Tanya jam berapa, maka ini sudah jam 23.37 di tempat saya. Akhir-akhir ini saya banyak tugas. Yah, bukan akhir-akhir ini saja, saya memang selalu banyak tugas, tapi kali ini lebih banyak lagi. Ada 6 report yang harus saya tulis, 3 presentasi yang harus saya siapkan, dan 1 portfolio yang harus dikerjakan. Oke, dalam waktu 2 minggu, saya harus sanggup menyelesaikannya. Mustahil? Mungkin. Tapi tentu saja tak akan selesai jika saya hanya memikirkan apa yang harus saya kerjakan.
Puasa pun telah dimulai. Baru seminggu saya melaui puasa di negeri orang. Rasanya saya rindu ta'jil yang biasa saya dapat di rumah, rindu makanan Indonesia yang bisa memuaskan lidah saya. Ah, tak ada gunanya pula membayangkan hal itu. Puasa mulai terasa berat, suhu di sini semakin memanas, dehidrasi pun semakin cepat. Saya harus bertahan dengan cuaca ini, puasa selama 16 jam, subuh jam 2.55 dan maghrib jam 19.15. Yah, berat sih, tapi apa boleh buat kan. Mengeluh juga tak meringankan beban. Selagi saya bisa, tertawalah untuk kesulitan ini.
Oke, cukup ceritanya, kali ini saya akan membahas sedikit tentang kehidupan muslim di Kyoto. Sebenarnya cukup mudah. Walau tidak semudah di Indonesia, tapi kami masih bisa menemukan makanan halal, restoran halal, bahkan kami memiliki masjid (mungkin setara dengan musholla kalau di Indonesia) yang juga memiliki kooperasi yang kebanyakan isinya makanan Indonesia. Mungkin karena muslim di sini didominasi oleh orang Indonesia, makanya makanannya juga kebanyakan dateng dari Indonesia. Bagi cowok, keberadaan tempat ini pasti sangat melegakan, karena mereka harus solat jumat tiap minggu kan.
Ini musholla nya |
Pintu masuknya |
Di Kyodai sendiri, cuma ada 2 tempat untuk solat. Dan saya rasa itu bukan 'officialy' buat solat sih. Tapi kebanyakan orang solat disitu, kadang zuhur biasanya kita jamaah 4 orang lah.
Lokasi musholla di Kyodai |
Sabtu kemarin, 20 Juni 2015, PPI Kyoto sudah mengadakan buka bersama Alhamdulillah. Banyak banget makanannya, sampai saya kenyang banget. Bahkan makanannya masih sisa, dan kami bisa membungkusnya pulang untuk sahur atau buka besoknya. Semua makanan ini dibuat sama warga Indonesia. Mereka benar-benar mempersiapkan acara ini.
Agar-agar |
Makanan utama |
Makanan utama |
Beberapa orang sudah menunggu buka |
BAHKAN ADA YANG BUAT PEMPEK |
Selain itu, saya juga membeli kurma di kooperasi masjid. Tapi tentu saja harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan Indonesia, yaitu sekitar ¥1,200 untuk 1kg. Karena terlalu banyak, saya pun patungan dengan senpai-chan. Ups, maaf, saya biasa memanggilnya begitu. Dia senpai tahun ke-4, satu-satunya senpai yang dekat dengan saya mungkin. Saya sudah banyak merepotkannya, saya harap suatu saat bisa membalas kebaikannya.
Kurma yang saya beli, eh 'kami' beli |
Salam,
Mitzi Alia.
No comments:
Post a Comment